Mimpi Anak Kita Tak Akan Cukup Tanpa Usaha Kita

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka…”
(QS. An-Nisa: 9)

kmm.or.id – Anak-anak kita lahir dengan mata yang jernih, hati yang putih, dan harapan yang besar. Sejak kecil, mereka diajarkan untuk bercita-cita: menjadi dokter, guru, insinyur, bahkan pemimpin negeri. Di mata mereka, dunia adalah ladang kemungkinan.

Namun pertanyaannya: apakah ladang itu akan mereka temukan subur, atau gersang?
Apakah mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya pada proses, atau terjerumus dalam ilusi hidup instan?

Hari ini, banyak mimpi anak-anak diracuni sejak dini. Racunnya tidak selalu berbentuk kata-kata kasar atau kekerasan. Kadang, racunnya adalah keteladanan yang salah. Saat orang tua sendiri mulai berpikir bahwa nasib bisa ditentukan oleh keberuntungan bahwa masa depan bisa ditebak oleh angka, bukan dibangun lewat usaha maka di situlah fondasi mimpi anak mulai retak.

Kita Tak Bisa Wariskan Nasib, Tapi Bisa Wariskan Nilai

Dalam kehidupan, tak seorang pun tahu takdir anaknya. Kita tak bisa menjamin mereka sukses, kaya, atau terkenal. Tapi kita bisa memberikan bekal: akal yang sehat, hati yang lurus, dan nilai-nilai yang kuat.

Namun bagaimana mungkin nilai itu tertanam, jika di dalam rumah sendiri justru terpapar pola pikir yang keliru?

Kita lihat hari ini banyak anak muda tumbuh di lingkungan keluarga yang menggampangkan hidup. Bahkan tidak sedikit yang tahu bahwa orang tuanya diam-diam bermain judi online. Dengan dalih “sekadar coba-coba” atau “siapa tahu hoki”, budaya perjudian mulai merayap masuk ke dalam ruang keluarga melalui ponsel, media sosial, dan iklan-iklan penuh janji manis.

Padahal, tak ada yang lebih berbahaya daripada mencontohkan jalan pintas sebagai solusi.

Anak Belajar dari Kita, Bukan dari Buku

Ketika anak melihat ayahnya menekan tombol dan berharap uang datang dari sana,
Ketika anak mendengar ibunya percaya bahwa angka bisa membawa keberuntungan,
Ketika mereka tumbuh di antara kalimat seperti, “Rezeki itu kadang datang tiba-tiba, asal berani ambil peluang,”
maka mereka tumbuh dengan logika yang rusak.

Mereka belajar bahwa hasil lebih penting dari proses. Bahwa doa bisa digantikan oleh angka. Bahwa usaha bukan satu-satunya jalan ada cara “cepat”, walau kelam dan penuh tipu daya.

Bukankah itu bentuk pengkhianatan terhadap amanah sebagai orang tua?

Tanggung Jawab Orang Tua Tak Berhenti di Sekolah dan Makan

Memberi makan, menyekolahkan, memberi pakaian semua itu kewajiban lahiriah. Tapi tanggung jawab batiniah justru lebih dalam mendidik cara berpikir anak kita tentang hidup dan masa depan.

Jika kita tidak ajarkan bahwa setiap pencapaian butuh kerja keras,
Jika kita tidak tegaskan bahwa keberuntungan bukan bagian dari iman,
Maka generasi yang lahir akan lemah, mudah menyerah, dan mudah tertipu.

Sebagai kader Muhammadiyah, kita telah diajarkan untuk menjadikan rumah tangga sebagai pusat dakwah. Bukan hanya lewat pengajian dan kultum, tapi lewat perilaku, keputusan, dan arah hidup.

Perjudian Bukan Masalah Uang, Tapi Masalah Logika dan Aqidah

Jangan kira judi online hanya soal kerugian materi. Ia jauh lebih dalam. Ia merusak logika dan aqidah. Ia tanamkan dalam pikiran bahwa nasib bisa dibeli, bahwa hidup bisa diatur oleh angka, bukan oleh Allah dan usaha.

Padahal Islam sangat jelas:

“Tidaklah seseorang mendapatkan sesuatu kecuali dari apa yang diusahakannya.”
(QS. An-Najm: 39)

Maka jika orang tua hari ini menyerah pada perjudian, secara tak langsung ia telah membuka pintu yang sama untuk anaknya. Hari ini ia mungkin bermain diam-diam, tapi besok anaknya akan menirunya tanpa rasa bersalah.

Inilah bentuk kezaliman yang tersembunyi dan bahayanya luar biasa.

Kita Harus Menjadi Jalan Terang, Bukan Jalan Pintas

Wahai keluarga muda,
Jangan biarkan anak-anak kita tumbuh dalam rumah yang sempit arah, tapi luas angan-angan. Jangan biarkan mereka punya mimpi besar tapi tidak tahu bagaimana melangkah.

Tugas kita bukan hanya mencintai mereka, tapi menyelamatkan akal dan masa depan mereka.
Bukan hanya mendukung cita-citanya, tapi menunjukkan cara mencapainya.

Dan itu hanya bisa terjadi jika kita pun hidup dengan prinsip yang lurus meninggalkan perjudian, meninggalkan ilusi hidup instan, dan kembali kepada nilai-nilai Islam yang mencerahkan.

Mimpi Harus Dituntun, Bukan Ditipu

Mimpi itu cahaya. Tapi tanpa usaha, ia akan padam.
Usaha itu jalan. Tapi tanpa nilai, ia akan menyimpang.

Mari kita tuntun anak-anak kita dengan akhlak, dengan keteladanan, dan dengan menjauhkan mereka dari logika sesat yang kini tersebar lewat aplikasi dan permainan.
Jangan biarkan mereka tumbuh di dunia yang membingungkan antara mimpi dan mimpi palsu.

Karena sejatinya, mimpi anak kita tak akan cukup… tanpa usaha dan bimbingan dari kita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *