kmm.or.id – Di zaman penuh kilau teknologi ini, manusia hidup dalam dunia yang serba cepat, instan, dan memikat. Kemajuan bukan lagi berjalan, tapi berlari. Namun tidak semua yang berlari membawa kebaikan. Dalam derasnya arus digital, ada gelombang yang mengikis akhlak salah satunya ialah fenomena judi online.
Judi yang dahulu hanya dikenal di tempat remang-remang, kini hadir dalam bentuk permainan yang terlihat biasa-biasa saja. Ia menyamar sebagai game, hadiah, bahkan edukasi. Tapi sejatinya, ia adalah penyakit masyarakat yang membungkus diri dalam teknologi.
Judi yang Menyamar sebagai Game
Tidak sedikit orang tua yang tertipu oleh tampilan luar dari aplikasi di ponsel anak-anaknya. Apa yang terlihat seperti permainan, nyatanya mengandung taruhan. Uang, poin, dan hadiah hanyalah kedok dari transaksi yang merusak jiwa.
Kita melihat anak-anak tertawa di depan layar, padahal hati mereka sedang ditanam dengan benih ketergantungan. Mereka didorong untuk mengejar keberuntungan, bukan keberkahan. Padahal dalam ajaran Islam, keberuntungan sejati lahir dari ilmu dan usaha, bukan dari angka acak di layar.
Bagi keluarga Muhammadiyah yang menempatkan pendidikan akhlak sebagai pilar utama, ini adalah panggilan untuk kembali memeriksa: apakah anak-anak kita bermain untuk tumbuh, atau bermain untuk terjerumus?
Dampak Sosial yang Tak Terlihat Tapi Nyata
Judi tak hanya merampas harta. Ia menggerogoti jiwa secara perlahan. Anak-anak yang sebelumnya rajin, berubah menjadi pemarah dan tertutup. Mereka mulai berbohong, mencuri waktu, bahkan mencuri uang. Sementara orang tua, yang mungkin sibuk bekerja demi masa depan, tak sadar bahwa masa depan itu mulai dirusak dari dalam rumah sendiri.
Ini bukan lagi soal pribadi, tapi masalah sosial. Dalam masyarakat Islam yang mengedepankan ukhuwah dan amar ma’ruf nahi munkar, diam terhadap keburukan adalah bentuk pembiaran terhadap kehancuran. Dan kita tidak boleh diam.
Muhammadiyah sejak awal berdirinya selalu berdiri di garis depan dalam pendidikan moral masyarakat. Maka ketika judi online menyentuh generasi muda, amar ma’ruf harus ditegakkan, nahi munkar harus disuarakan.
Ketika Masalah Sosial Menjadi Masalah Ekonomi
Dalam Islam, rezeki itu bersih dan datang dari jalan yang halal. Judi bukan saja melanggar syariat, tetapi merusak barokah dalam rumah tangga. Banyak orang tua yang kehilangan gaji bulanan karena anaknya terlibat judi online. Bahkan ada yang terjebak pinjaman daring, hanya demi mengejar kemenangan semu.
Apakah itu yang disebut rezeki?
Apakah itu hasil yang diridhai Allah?
Keluarga yang tadinya hidup cukup, mulai kesulitan. Rumah yang damai berubah menjadi medan konflik. Dan semua itu bermula dari satu aplikasi kecil yang dianggap permainan.
Padahal, hidup bukanlah tentang mengejar uang dengan jalan pintas, tapi tentang menjemput keberkahan melalui kerja keras, doa, dan kejujuran.
Mengapa Anak-Anak Begitu Mudah Terjebak?
Karena hari ini anak-anak tak hanya dibesarkan oleh ibu dan ayah. Mereka dibesarkan juga oleh layar, iklan, dan algoritma. Setiap klik mereka diawasi, setiap minat mereka dikapitalisasi.
Sementara itu, iman dan akal mereka belum cukup kuat. Maka datanglah ilusi: “main sebentar bisa jadi kaya“, “uang cepat tanpa kerja“, “menang karena hoki“.
Inilah logika mistis yang dijual oleh judi online. Suatu cara pikir yang menyesatkan: meyakini nasib bisa dirubah oleh angka, bukan oleh ilmu dan usaha.
Dalam tafsir hidup seorang muslim, Allah tidak menilai hasil, tetapi menilai usaha. Maka mengajarkan anak tentang arti sabar, ikhtiar, dan tawakal menjadi benteng utama dari pikiran-pikiran mistis yang menjauhkan dari keimanan.
Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua?
Pertama, jangan hanya menjadi pengawas, jadilah pendidik. Anak-anak yang dipeluk dengan kasih dan diselimuti ilmu akan lebih tahan terhadap godaan.
Kedua, jadikan rumah sebagai madrasah pertama. Tempat nilai-nilai Islam hidup, bukan sekadar diceramahkan. Ajak anak berdiskusi, beri pemahaman tentang halal dan haram, serta dampak duniawi dan ukhrawi dari judi.
Ketiga, jadilah teladan. Bila orang tua menunjukkan kesungguhan dalam menjaga agama, anak akan lebih mudah meniru keteladanan itu. Jangan hanya menyuruh shalat, tapi shalatlah bersama. Jangan hanya berkata “jangan main HP terus,” tapi buktikan dengan mengurangi waktu di layar sendiri.
Dan terakhir, berdoalah. Karena setinggi apa pun usaha manusia, hanya Allah yang mampu menjaga hati anak-anak kita.
Muhammadiyah dukung pemberantasan judi online secara total dan menyeluruh: https://institusi.umsrappang.ac.id/muhammadiyah-dukung-pemberantasan-judi-online-secara-total-dan-menyeluruh
Mendidik untuk Menjaga Generasi
Wahai para orang tua, wahai anggota Persyarikatan, wahai guru dan pembimbing umat, judi online bukan sekadar ancaman ekonomi ia adalah kehancuran moral. Dan kehancuran moral bukan hanya merugikan satu rumah, tapi menumbangkan seluruh bangsa.
Mari kita jaga anak-anak kita dengan ilmu, dengan iman, dan dengan kasih sayang. Karena mereka adalah amanah bukan hanya dari undang-undang, tapi dari Tuhan.
“Dan peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
(QS. At-Tahrim: 6)
Leave a Reply